Jumat, 16 Desember 2011


MAKALAH
“Akhlak Kepada Allah”
                                                                           



 






Disusun Oleh :


Nama           :   Miftahul Huda
NPM           :   10630766
Prodi           :  Akuntansi





KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak dan Ibu dosen yang telah membimbing kami semua dan tak lupa kepada teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan makalah yang akan datang.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin.



 



Metro,    November 2010



Miftahul Huda


 
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I        PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang......................................................................... 1
B.     Alasan Memilih Judul............................................................... 2
C.     Tujuan Penulisan....................................................................... 3
D.    Metode Penulisan..................................................................... 3
E.     Pembatasan Masalah................................................................. 4
BAB II       PENGERTIAN AKHLAK DAN RUANG LINGKUPNYA
A.    Pengertian Akhlak.................................................................... 5
B.     Ruang Lingkup Bimbigan Akhlak............................................ 7
BAB III      AKHLAK KEPADA ALLAH
                                        A.      Akhlak Ketika  Shalat........................................................... 11
1.      Adab dalam berpakaian................................................... 11
2.      Adab dan Sopan santun.................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA



 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan ini banyak sekali yang diperlukan manusia. Keperluannya ada kalanya dapat dapat diusahakan sendiri dan ada kalanya harus mendapat bantuan orang lain.
Untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari, kita hendaknya melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, agar hasilnya atau akibatnya baik pula bagi diri kita. Begitu pula kalau ada orang yang memerlukan atau pertolongan, hendaknya kita bantu dengan asaran-saran atau cara-cara yang dapat menghindarkan orang tersebut dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Didalam agama Islam, kita disuruh mengerjakan perbuatan-perbuatan baik, sebab setiap perbuatan baik dapat menyenangkan orang lain yang bergaul dengan kita bahkan akan menyenangkan diri kita sendiri. Orang yang berbuat baik tidak pernah merugikan orang lain dalam pandangan Allah, malahan suatu kebaikan yang kita lakukan akan dibalas oleh Allah dengan beberapa kebaikan bahkan tidak jarang mendapat balasan yang melimpah.
Jadi perbuatan baik banyak menguntungkan, sedangkan perbuatan buruk banyak merugikan. Orang yang ingin beruntung tentu gemar melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk. Ia beruntung dalam pandangan manusia dan lebih beruntung lagi
dalam pandanganAllah.
Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (H.R.Muslim)
Mengingat Rasulullah SAW, diutus untuk memperbaiki akhlak manusia dan orang-orang yang terbaik ialah orang-orang yang paling baik akhlaknya. Maka dalam hal ini kita dituntut untuk melakukan hal-hal yang terpuji dalam hidup ini, mengingat apa yang telah diuraikan tersebut, penulis ingin membahas dalam suatu karya tulis yang berjudul “Bimbingan Akhlak Bagi Kaum Muslimin”.
B.     Alasan Memilih Judul
Dalam penulisan karya tulis ini, penulis mencoba membahas suatu masalah yang sangat penting peranannya dalam kehiduan sehari-hari bagi umat Islam, yaitu tentang “Akhlak terhadap ALLAH” dengan beberapa alasaan yang perlu dikemukakan :
Akhlak yang baik adalah salah satu modal dasar dalam tegaknya agama Islam. Kehadiran karya tulis ini, khususnya masalah bimbingan akhlak ini, memang sangat penting diperlukan dan tepat dalam rangka meningkatkan penghayatan dan pengalaman ajaran agama Islam dikalangan muslimin dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ingin memperdalam dan memperluas masalah akhlak sebagaimana perananya bagi kehidupan umat. Kurangnya kesadaran umat Islam dewasa ini yang memperhatikan pentingnya akhlak, sehingga perlu diingatkan.

C.    Tujuan Penulisan
 Dalam penulisan karya tulis ini, penulis ingin mengemukakan beberapa tujuan tertentu, sebagai berikut :
1.      Untuk mengetengahkan hasil yang penulis peroleh selama mengikuti pelajaran yang telah diberikan oleh para Dosen Al islam Universitas Muhammadiyah Metro.
2.      Untuk memperdalam ilmu pengetahuan tentang seluk beluk ajaran agama Islam, khususnya mengenai masalah akhlak bagi kaum muslimin.
3.      Untuk bisa dijadikan sebagai bahan acuan dan membangkitkan motivasi belajar yang lebih maju dengan disertai akhlak yang mulia.

D.    Metode Penulisan
Didalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode, antara lain seperti :
1.      Library reseach atau Kepustakaan. Maksudnya bahwa dalam pembuatan atau penyusunan karya ilmiah ini berdasarkan kajian atau telaahan dari berbagai buku kepustakaan, terutama yang ada hubungan dengan judul yang penulis kemukakan, yang penulis kutip secara langusung ataupun tidak langsung.
2.      Metode Conperative, yaitu dengan cara mebnadingkan beberapa pendapat orang lain dan pengalaman penulis sendiri untuk dapat dijadikan satu kesimpulan-kesimpulan yang dipandang penting oleh penulis.

E.     Pembatasan Masalah
Untuk menghindari kesalah fahaman dalam penulisan karya ilmiah ini maka penulisan ini perlu diberikan batasan masalah, disini penulis hanya membahas “Akhlak Terhadap diri sendiri”. Terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
1.      Cara menumbuhkan serta mebiasakan akhlak yang baik
2.      Cara mencegah akhlak yang tercela
3.      Beberapa hikmah berakhlak yang baik
Adanya pembatasan masalah tersebut bukan berarti bahwa masalah akhlak hanya terdiri dari hal-hal tersebut diatas saja, akan tetapi cukup banyak dan luas, karya ilmiah ini hanya memuat pokok-pokok Akhlak terhadap diri sendiri saja.
BAB II
PENGERTIAN AKHLAK DAN RUANG LINGKUPNYA

A.    Pengertian Akhlak
Pengertian akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk jama’ dari “khuluk” yang artinya budi pekerti, watak, tabiat. Yakni suatu daya kekuatan dalam jiwa manusia yang nampak dalam tindakan, perbuatan dan tingkah laku. Jiwa kekuatan itu lahir dengantingkah laku yang baik dinamakan akhlakul mahmudah atau akhlakul karimah, artinya akhlak yang mulia atau terpuji. Sebaliknya bila daya itu melahirkan perbuatan buruk dinamakan akhlakul madzmudah, artinya akhlak yang tercela.
Untuk memperoleh gambaran tentang akhlak disini akan dikemukakan beberapa definisi-definisi dari beberapa ahli antara lain :
Definisi Ibu Athir dalam kitabnya An-Nihayah ; khuluk artinya ialah gambnaran bathin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedangkan akhlak merupakan gambaran bentuk luarnya (seperti raut muka, warna kulit, tinggi rendah tubuhnya dan lain sebagainya).
Definisi Ibnu dalam kitabnya Tahzibul Akhlak W ataath’hirul A’raq, akhlak ialah :
“Sikap jiwa seseorang yang mendoongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan (terlebih dahulu)”.
Definisi Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya’ulumuddin yang berbunyi
“Akhlak ialah ungkapan tentang sikap jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tidak memerlukan pertimbangan/pikiran (lebih dahuku)”.
Definisi Prof. Dr. Ahmad Amin akhlak ialah Adatul Iradah atau kehendak yangdibiasakan. Definisi ini tersusun dalam tulisannya yang berbunyi yaitu :
“Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut dengan akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila dibiasakan dengan sesuatu,          maka kebiasaan itu dinamakan akhlak”.
Maksud kehendak dalam definisi diatas ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan perbuatan-perbuatan yang diulang sehingga muda melakukannya. Jadi akhlak ialah gabungan dari kekuatan kehendak dan kekuatan kebiasaan.
Definisi Prof. Farid Ma’ruf dalam bukunya “Analisa Akhlak Dalam Perkembangan Muhammadiyah” :
Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap kekuatan dan kehendak yang mana yang berkombinasi membawa kecendrungan memiliki pihak yang benar dalam (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).
Dari definisi-definisi tersebut dapat doambil kesimpulan bahwa perbuatan yang merupakan akhlak adalah apabila memenuhi dua macam syarat :
1.      Perbuatan dilakukan berulang kali sehingga menjadi adat kebiasaan.
2.      Perbuatan dilakukan dengan kesadaran jiwa, bukan dengan paksaan atau tanpa sengaja.
Jadi kesimpulan akhir adalah, yang dimaksud dengan akhlak ialah “kesadaran melakukan yang baik yang kemudian dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari”.

B.     Ruang Lingkup Bimbigan Akhlak
Pada dasarnya ada tiga pokok dan paling mendasar hubungannya yang perlu diperhatikan dalam kehidupan manusia yaitu:
1.      Hubungan manusia dengan Allah SWT
2.      Hubungan manusia dengan sesama manusia
3.      Hubungan manusia dengan alam
Agar hubungan tersebut terjalin secara selaras, serasi dan seimabang. Maka perlu etika (akhlak) yang dalam pelaksanaannya berbeda satu sama lain, oleh sebab itu secara garis besarnya ruang lingkup yang dibahas dalam Bimbingan Akhlak disini adalah :
a)      Cara menumbuhkan serta membiasakan akhlak yang baik
Adapun cara menumbuhkan akhlak yang bai, melakukan perbuatan yang meliputi sifat-sifat terpuji antara lain :
ü  Sifat rendah hati (tawadhu)
ü  Sifat sabar
ü  Sifat jujur
ü  Sifat pemaaf
ü  Sifat penyantun
ü  Sifat cermat
Disamping sifat-sifat terpuji, akan dibahas pula bagaimana cara membiasakan akhlak ang baik meliputi perbuatan-perbuatan terpuji antara lain sebagai berikut :
ü  Taat terhadap perintah Allah dan Rasul
ü  Patuh kepada orang tua
ü  Halus budi pekerti


b)      Cara mencegah akhlak tercela
Adapun ruang lingkup cara mecegah akhlak tercela meliputi :
Menjauhi sifat-sifat tercela, seperti :
Ø  Takabur
Ø  Iri dengki
Ø  Dendam
Ø  Tidak disiplin
Ø  Serakah
Menjauhi perbuatan-perbuatan tercela seperti :
Ø  Durhaka kepada orang tua
Ø  Sadis
Ø  Lalai
Ø  Curang
Ø  Ceroboh

c)      Hikmah-hikmah yang dapat diambil dalam melakukan perbuatan yang baik, itu akan mendatangkan kebaikan :
Ø  Terhadap diri sendiri
Ø  Terhadap keluarga
Ø  Terhadap masyarakat umum
Ø  Bangsa dan Negara


BAB III
AKHLAK KEPADA ALLAH

Semua ibadah yang dia lakukan seorang Muslim, pada hakikatnya merupakan perwujudan dari akhlak terhadap Allah. Artinya, apapun amal yang dia perbuat menjadi cerminan dari tujuan kehadirannya di muka bumi, yaitu untuk beribadah dan mengabdi kepada-Nya (QS Adz-Dzâriyât, 51: 56).
Makna ibadah atau pengabdian ini sangat luas cakupannya, tidak sekadar menyangkut aspek ritual semacam shalat, zakat, puasa, haji, membaca Al-Quran, dan sebagainya- saja, tetapi juga mencakup semua aspek sosial -mulai dari pernikahan, perdagangan, sampai mengurus sebuah negara.
Dengan demikian, tidak ada satu pun aspek kehidupan seorang Muslim yang bisa dilepaskan dari Allah Swt. Hal ini seakan menegaskan kembali bahwa Islam adalah agama yang sangat “teosentris”. Allah Yang Maha kuasa menjadi pusat keimanan dan semua orientasi nilai.
Seseorang tidak dianggap menegakkan akhlak terhadap Allah, apabila perbuatan yang dia lakukan bukan untuk-Nya. Seseorang pun tidak dianggap menegakkan akhlak terhadap Allah, apabila yang dia lakukan bertentangan dengan peraturan yang telah digariskan-Nya.
Inti akhlak terhadap Allah, dengan demikian, adalah lurusnya niat dan selarasnya perbuatan dengan aturan-Nya. Kedua hal fundamental ini terangkum jelas dalam kalimat syahadat atau persaksian yang selalu kita baca setiap hari dalam shalat.
Asyhadu allâ ilâha ilallâh, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhû wa rasûluh.” Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Kalimat syahadat ini terbagi ke dalam dua bagian, yaitu syahadat tauhid dan syahadat rasul. Kalimat “Tiada Tuhan kecuali Allah” terdiri atas penolakan (negasi) dan penetapan (afirmasi). Ungkapan pertama syahadat adalah “tiada Tuhan” atau “tiada sesuatu bentuk Tuhan apa pun”, dengan penetapan yang sempurna “kecuali Allah”.
Inilah dasar ketauhidan, bahwa tiada sesuatu pun yang layak disembah, dijadikan sumber motivasi, kecintaan, dan diyakini kebenarannya, kecuali Allah Swt, baik itu dalam zat maupun sifat-Nya. Dalam tataran aplikasi, syahadat tauhid akan melahirkan keikhlasan dalam beramal.
Semua yang dilakukan seorang Muslim diniatkan untuk meraih keridhaan Allah. Shalat kita, ibadah kita, hidup dan mati kita hanyalah untuk Allah semata. Sikap inilah yang menjiwai dan melandasi tegaknya akhlak terhadap Allah.
Adapun syahadat Rasul -sebagai bagian integral dari syahadat tauhid- adalah menjadikan Rasulullah SAW dan risalah yang dibawanya sebagai acuan dan model dalam bertindak. Artinya, setiap amal ibadah yang kita lakukan harus sesuai dengan yang dicontohkan dan diperintahkan Nabi Muhammad SAW.
Jadi, dalam sebuah amal, ikhlas saja tidak cukup. Amal yang kita lakukan harus sesuai pula dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Perpaduan antara lurusnya niat dan sesuainya perbuatan dengan syariat, dengan demikian, menjadi faktor utama yang menjiwai dan melandasi tegaknya akhlak terhadap Allah Swt. Wallâhu a’lam.
Kepercayaan adanya Tuhan Yang Maha Esa yang dalam Islam lebih spesifik penekanannya iman kepada Allah telah diakui  oleh banyak agama, bahkan aliran kepercayaan pun mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa.  Hanya saja, cara untuk sampai kepada tuhan Yang maha Esa, masing-masing agama berbeda-beda dan juga tolok ukur untuk dikatakan telah beragama berbeda-beda pula. Islam sebagai agama yang sarat dengan aturan-aturan telah memberikan peluang dan kelonggaran kepada pemeluknya untuk melakukan berbagai  kegiatan sebagai bukti pengakuan dirinya akan adanya Tuhan dengan berbagai bentuk amalan ibadah.
Ada tolok ukur tertentu untuk mengukur bahwa seseorang telah mengaku beragama Islam yaitu keharusan melaksanakan ibadah-ibadah terutama yang mahdhah, seperti  shalat, puasa, zakat dan haji.
Oleh karena itu, orag islam harus mengerti betul tentang esensi dan praktik dari  amalan-amalan ibadah itu sendiri dan dapat mengaplikasikannya dengan baik dan benar.
A.    AKHLAK KETIKA  SHALAT
1.      Adab dalam berpakaian.
Pakaian sebagai kebutuhan primer kita sehari-hari sangat layak diperhatikan,  terlebih ketika kita menghadap Allah di dalam sholat. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam berpakaian ketika shalat antara lain sebagai berikut:
Hendaknya pakaian yang kita kenakan bersih dari kotoran dan najis.
štRqè=t«ó¡our Ç`tã ÇÙŠÅsyJø9$# ( ö@è% uqèd ]Œr& (#qä9ÍtIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# Îû ÇÙŠÅsyJø9$# ( Ÿwur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜtƒ ( #sŒÎ*sù tbö£gsÜs?  Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]øym ãNä.ttBr& ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§q­G9$# =Ïtäur šúï̍ÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ  
mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang taubat dan menyukai orang – orang yang mensucikan diri (QS.Al Baqoroh : 222).
Sabda Nabi riwayat At Thobaroni dan Siti Aisyah r.a., “Islam itu agama bersih, maka jagalah kebersihan (kesucian) karena sesungguhnya tidaklah akan masuk surga kecuali orang yang bersih”.
Hendaknya pakaian yang kita kenakan tidak ketat sehingga menggambarkan bentuk aurat.
Mengenakan pakaian ketat jelas tidak disukai syariat, dan juga tidak baik bagi kesehatan. Karena efeknya berbahaya bagi badan. Bahkan ada yang saking ketatnya hingga membuat pemakainya tidak dapat sujud. Hendaknya tidak tipis dan tidak transparan. Sebagaimana makruh (dibenci)nya sholat dengan pakaian ketat yang menggambarkan bentuk aurat, maka demikian pula tidak boleh sholat dengan pakaian yang tipis yang tampak secara transparan apa yang ada di baliknya seperti pakaian sebagian orang yang gila mode di jaman ini, mereka poles apa yang dianggap aib oleh syariat hingga tampak indah. Pakaian seperti ini tidaklah layak digunakan untuk bershalat.
Hendaknya tidak sampai terbuka auratnya.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin dalam menanggapi beberapa kesalahan yang dilakukan sebagian kaum muslimin di dalam sholat, beliau berkata, "Banyak di antara manunsia tidak lagi mengenakan pakaian yang luas dan lapang, mereka hanya mengenakan celana panjang dan kemeja pendek yang menutupi dada dan punggung. Bila mereka ruku’, kemeja tertarik hingga tampak sebagian punggung dan ekornya yang merupakan aurat dan dilihat oleh orang yang ada di belakangnya. Padahal terbukanya aurat merupakan sebab batalnya sholat.
Wanita yang tidak menjaga pakaian dan tidak memperhatikan menutup seluruh badan, sedang ia berada di hadapan Robbnya, baik karena bodoh, malas atau acuh tak acuh. Padahal sudah menjadi kesepakatan bahwa pakaian yang mencukupi bagi wanita untuk sholat adalah baju panjang dan kerudung.
Kadang-kadang seorang wanita sudah memulai sholat padahal sebagian rambut atau lengan atau betisnya masih terbuka. Maka ketika itu –menurut jumhur ahli ilmu- wajib ia mengulangi sholatnya. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Sayidah Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Allah tidak menerima sholat wanita yang telah haid (baligh) kecuali dengan kerudung." (HSR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan yang lain).
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya sebagai berikut, "Pakaian apa yang pantas dikenakan wanita untuk sholat?" Beliau menjawab, "Kerudung dan baju panjang yang longgar sampai menutup kedua telapak kaki."  (Riwayat Malik dan Baihaqi dengan sanad jayyid)
2.      Adab dan Sopan santun
Begitu pentingnya kedudukan shalat dalam Islam, karena shalat merupakan ibadah yang dihisab pertama di akhirat nanti. Karena itu sebagai Muslim kita harus lebih perhatian terhadap adab-adab shalat kita. Karena, adab merupakan penentu diterima-tidaknya amal perbuatan kita. Adab-adab yang harus diperhatikan dalam mengerjakan shalat, antara lain:
Membersihkan kotoran yang melekat di badan atau istilah lainnya kita harus suci dari hadats kecil maupun besar. Kemudian menutup aurat, berdiri menghadap kiblat sambil merenggangkan kedua telapak kaki, dan bacalah surat An Naas untuk melindungi diri dari godaan syetan.
Hendaknya dalam bermunajat, kita merasa malu kepada Allah, karena selama ini hati kita selalu lalai, senantiasa memikirkan urusan dunia, bukan memikirkan urusan akhirat.
Hendaknya kita segera menghadirkan hati, mengkosongkan dari rasa was-was dan ingat bahwa kita berdiri menghadap Allah guna bermunajat dan mengagungkannya. Sebab, barangsiapa mengerjakan shalat tanpa penyaksian akal, maka berarti ia lalai. Dan barangsiapa mengerjakan shalat tanpa ketundukan jiwa, itu pertanda ia berdosa. Sia-sialah amalnya.
Apabila semuanya sudah ‘hadir’ siap menghadap Allah, maka angkatlah kedua tangan pada waktu takbir sampai batas kedua pundak dengan kedua telapak tangan terbuka. Jangan merapatkan jari-jari dan jangan merenggangkannya, tetapi biarkan menurut apa adanya sehingga kedua telapak tangan sejajar dengan kedua telinga.
Turunkan kedua tangan perlahan-lahan dan jangan mengebaskannya ke kanan dan ke kiri, yakni setelah selesai bertakbir. Dianjurkan mengakhiri takbir bersama meletakkan kedua tangan.
Letakkanlah tangan kanan di atas tangan kiri dan bentangkan jari-jari tangan kanan sepanjang tangan kiri dan peganglah pergelangan tangan kiri dengan telapak tangan kanan.
Menepati ketentuan-ketentuan imam jika sebagai imam. Dan menepati ketentuan-ketentuan makmum jika sebagai makmum.
Hendaklah di waktu berdiri memandang ke tempat sujud, walaupun menshalati jenazah. Hal ini dilakukan dari awal hingga akhir shalat. Agar lebih menyatukan dan lebih menghadirkan hati.
Jangan menoleh ke kanan atau ke kiri, atau lirik-lirik, karena hal ini dapat membatalkan shalat.
Pada saat membaca tasyahud, ketika sampai pada bacaan assalaamu ’alaika ayyuhan Nabiyyi wa rahmatullaahi wa barokaatuh. Hadirkan Nabi SAW dalam hati. Sebab, dhomir ka, menurut ilmu Nahwu/Sharaf, pada kalimat assalaamu ‘alaika… menunjukkan mukhaththab. Artinya, orang yang kita beri salam, jaraknya dekat, atau ada dan berhadapan dengan kita. Yaitu an Nabiy (SAW). Sebagaimana diterangkan dalam sebuah dawuh:
“Dan sebelum kamu mengucapkan: Assalaamu ‘alaika ayyuhan Nabiyyu wa rahmatullaahi wa barokaatuh, Istidlorkanlah (bayangkanlah/hadirkanlah) beliau (SAW) yang mulia dalam hatimu. Dan yakinlah salam-mu (angan-anganmu, membayangkan Kanjeng Nabi itu) diterima beliau SAW dan dijawab/dibalas dengan yang lebih sempurna.” (Ihya: I/135, Sa’adatud Daroini: 223, Risalah Tanya Jawab Salawat Wahidiyah dan Ajarannya)
Saat membaca tasyahud, disunnahkan membatasi pandangannya pada jari telunjuknya selama terangkat. Bentangkan jari telujuk kanan dengan sedikit memiringkannya agar tidak keluar dari arah kiblat saat mengucapkan kalimat “Illallah”. Hal ini berlangsung terus hingga berdiri dari tasyahud awal, atau salam dalam tasyahud akhir.
Dalam bersujud, supaya benar-benar sempurna. Anggota sujud itu ada tujuh jumlahnya. Yaitu; jari-jari kedua telapak kaki, dua lutut, dua telapak tangan, dan wajah. Ketujuh anggota sujud itu tidak akan tersentuh api neraka apabila didalam sujud benar-benar tepat.
Ketika sujud, letakkanlah kedua lutut terlebih dahulu sebelum meletakkan kedua tangan dalam keadaan terbuka. Kemudian letakkan hidung sejajar dengan dahi. Jauhkanlah kedua siku dari lambung dan angkatlah perut di atas kedua paha, untuk laki-laki. Untuk perempuan, letakkan kedua tangan di atas tempat sujud sejajar dengan pundak.
Letakkan tangan kiri dengan jari-jari terbentang di atas paha kiri dan duduklah di atas kaki yang kiri dalam duduk di antara dua sujud.
Duduklah di atas pantat yang kiri dalam tasyahud akhir dengan meletakkan kaki kiri di luar dari bawah kaki kanan, dan tegakkan telapak kaki kanan. Kemudian setelah selesai membaca tasyahud akhir, sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, ucapkan salam.





 DAFTAR PUSTAKA


H. A. Mudzakir dan H. Wardan, “Pendidikan Agama Islam Untuk SLTA Jilid II”. Kota Kembang, Yogyakarta, 1988

Zaharudin AR dan Aziz Dahlan. “Akidah Akhlak Untuk Madarasah Aliyah Kelas I. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Departemen Agama RI. Jakarta, 1988

H. Sukarna Karya dan H.A. Kadir Djailani, “Bimbingan Akhlak Untuk Siswa SMTP, Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam Pada SMTP. Jakarta, 1986

Mahmud Junus, “Terjemah Al-Qur’an Al-Karim”, PT. Al-Ma’rif, Bandung, 1990